Waspadai Gejala Kecanduan Internet
Ben Alexander menghabiskan hampir setiap menit waktunya untuk bermain video game “World of Warcraft.” Hasilnya, ia harus terdepak keluar dari Universitas Iowa.
Alexander seorang pemuda 19 tahun yang harus menghentikan kecanduan, yang disebutnya berbahaya seperti alkohol dan narkoba. Dan ia mendapatkan pertolongan di pinggiran kota berteknologi canggih, Seattle. Tepatnya di ReSTART, sebuah pusat penanggulangan kecanduan internet.
ReSTART yang mulai dibuka pada Juli 2009, mengklaim diri sebagai pusat rehabilitasi pecandu internet pertama di Amerika Serikat. Lembaga ini menawarkan program 45 hari untuk membantu orang-orang yang kecanduan menggunakan komputer. Termasuk mereka yang berlebihan bermain game, texting (kirim pesan, membuat tulisan seperti blog, dan lainnya), eBay, Twitter, Facebook, dan kegiatan lain yang menghabiskan waktu bersama teknologi.
“Kami sudah melakukan pekerjaan ini selama bertahun-tahun, menangani pasien rawat jalan,” kata Hilarie Cash, seorang terapis yang juga direktur eksekutif pusat rehabilitasi itu. “Hingga akhirnya sekarang, sebelumnya kita tidak punya tempat untuk merawat orang-orang itu.”
Kecanduan internet tidak dianggap sebagai penyakit kelainan oleh Asosiasi Psikiater Amerika. Dan pengobatannya juga tidak terlindungi oleh asuransi. Tapi, sebenarnya banyak lembaga sejenis di China, Korea Selatan, dan Taiwan. Dan banyak psikiater yang menyatakan bahwa kecanduan internet itu memang nyata ada dan berbahaya.
Alexander hingga saat ini adalah pasien satu-satunya yang mengikuti program dengan pendekatan “cold turkey”, di mana ia benar-benar dijauhkan dari komputer dan internet secara mutlak.
Ia menghabiskan harinya dengan mengikuti sesi konseling dan psikoterapi, melakukan pekerjaan rumah, berkebun, pergi berjalan-jalan ke luar rumah, olahraga, dan bahkan membuat kue jahe.
Akibat buruk yang ditimbulkan kecanduan komputer dan internet ini tidak main-main. Bisa berupa kehilangan pekerjaan, kehancuran rumah tangga, bahkan mengalami kecelakaan lalulintas, terutama bagi mereka yang suka texting, ketik-ketik di jalan.
Beberapa orang telah meninggal karena bermain games selama berhari-hari tanpa istirahat. Biasanya karena aliran darah ke otaknya berhenti, akibat duduk terlalu lama.
Menurut Dr. Kimberly Young dari Center for Internet Addiction Recovery di kota Bradford, Pennsylvania, orang harus waspada terhadap gejala-gejala kecanduan internet, seperti menggunakannya berlebihan dari keperluan, adanya peningkatan jumlah waktu yang dihabiskan di depan komputer atau internet, sering tidak bisa mengendalikan hasrat untuk menggunakannya di luar keperluan, hubungan dengan pasangan mulai terganggu, waktu sekolah dan kerja yang habis digunakan untuk online, berbohong agar bisa menggunakan fasilitas internet, menggunakan internet untuk menghilangkan keresahan dan depresi, adanya perubahan berat badan, sakit kepala dan sakit di pergelangan tangan.
Kecanduan internet juga bisa merupakan tanda dari gelaja penyakit kejiwaan lainnya, seperti depresi dan autis, demikian menurut para pakar. Pecandu internet biasanya tidak melakukan hubungan dan kontak dengan manusia nyata di sekitarnya. Keadaan kebersihan diri, rumah, dan hubungan sosialnya, biasanya tidak terpelihara. Mereka juga tidak makan dan tidur sebagaimana mestinya, serta tidak berolahraga. Begitu penjelasan Cosette Dawna Rae, seorang psikoterapis.
Alexander, seorang pemuda berperawakan tinggi, dan kalem. Ia selalu mendapat nilai bagus di sekolah dan bercita-cita menjadi seorang ahli biologi. Ia mulai bermain “World of Warcraft” sekitar satu tahun lalu, dan langsung ketagihan.
“Awalnya hanya bermain beberapa jam saja dalam sehari,” katanya. “Hingga di pertengahan semester pertama kuliah, saya bermain selama 16-17 jam sehari.”
Alexander akhirnya harus keluar pada semester kedua. Ia kemudian mengikuti program penyembuhan secara tradisonal, yang ternyata tidak cocok.
Ia juga sudah selesai mengikuti program penyembuhan out-door selama 10 pekan di selatan Utah. Tapi, ia merasa belum berhasil mengendalikan hasratnya untuk bermain game.
sumber : http://www.dakta.com